Oleh : Harry A.Fs
Berfikir luas tentang kehidupan yang berkaitan dengan anak bukanlah sesuatu hal yang mudah. Kehidupan anak selalu dianggap sebagai frame fotografik yang kosong, dan selalu siap merefleksikan segala sesuatu yang ditangkap oleh fikirannya. Inilah yang kadang tanpa kita sadari, kita sebagai manusia dewasa sering menyepelekan kapasitas pikiran seorang anak, yang sebetulnya seringkali lebih berkeinginan untuk mengerti dan lebih mampu memahami sesuatu daripada seorang dewasa. Karena pikiran anak pada dasarnya lebih aktif daripada orang dewasa. pikiran anak tumbuh dengan energi yang besar, yang membuatnya aktif selama masa pertumbuhannya, itulah sebabnya anak selalu tidak tenang baik dalam pikiran maupun dalam tindakan. Seorang anak di satu ruangan dapat membuat orang merasa ada seratus anak di sana. Anak tidak pernah diam, ia senang menggunakan mental dan energi fisiknya dengan berbagai cara sepanjang waktu. Oleh karenanya meskipun kita tidak bisa memulai pendidikan anak dengan subyek yang mendalam, tapi pada dasarnya kita dapat selalu menyimpan design besar yang kapanpun dapat kita lihat dan dapat kita raih. Ada beberapa tinjauan dalam proses pembelajaran anak, diantaranya :
1. Tinjauan Psikologis
Perlu kita ingat pula bahwa dalam proses kelahirannya, manusia dilengkapi dengan komponen-komponen motorik yang mana antara satu dengan yang lainnya saling berinteraksi. Komponen-komponen inilah yang dalam proses kelanjutannya bertanggung jawab penuh terhadap proses pembentukan karakter anak. Oleh karenanya guna menghasilkan karakter normatif yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat global, ada beberapa langkah yang harus kita tempuh :
a. Menyelaraskan komponen-komponen motorik yang telah tertanam dalam diri anak semenjak lahir, yaitu antara pikiran, perkataan dan tindakannya. Keberadaan anak dalam kehidupan ini telah memaksanya untuk ikut andil dalam sirkulasi dan interaksi yang kuat antara lahir dan batin, luar dan dalam serta ideology dan praksis. Kesucian dan kepolosan anak menjadi alasan utama terhadap kepekaan pikiran, perkataan dan tindakannya. Daya pikir dan rasa keingintahuannya yang kuat akan menghasilkan suatu implementasi yang salah ketika reflektifitas perkataan dan aktualisasi perbuatan tidak mampu mengikutinya. Begitupun sebaliknya, perkataan dan perbuatan akan menjadi tak terarah dan keluar jalur ketika apa yang menjadi telaah praksisnya tidak keluar dari apa yang biasa disebut dengan pemikiran normative. Pada proses perkembangannya, keselarasan dari ketiga komponen tadi, akan membentuk kerja sama apik dalam komponen yang lebih besar, yaitu terjadinya aliansi psikologis antara fisik, mental, social, moral dan spiritual. Kekurangan dari salah satunya adalah kesalahan besar dan akan mengakibatkan karakteristik yang sangat buruk. Seperti yang telah diulas di atas tadi, hasil dari proses pemikiran yang optimal tanpa diiringi dengan actualisasi perkataan dan perbuatan yang benar akan mencetak anak tersebut menjadi pribadi-pribadi penipu, koruptor serta otoriter. Begitu juga dengan aktualisasi yang benar tanpa adanya daya dorong yang kuat dari hasil pemikiran normative, akan mencetak anak menjadi pribadi yang bodoh, apatis, skeptic dan marginal. Lebih parah lagi jika dari beberapa komponen tadi sama sekali kering dan tanpa satupun tersentuh oleh nilai-nilai normative. Inilah tataran yang paling bertanggung jawab terhadap proses pembentukan pribadi anarkis, dehumanisasi serta pemberontakan kriminalitas. Oleh karenanya keselarasan dari beberapa komponen tadi amat sangat foundamental.
b. Filterisasi terhadap upaya pengaruh dari luar.
Setelah kita berhasil melakukan tindakan subyektif dalam proses penyelarasan antara beberapa komponen motorik di atas, maka dalam proses perkembangannya komponen-komponen tadi tidak akan bisa kering dari segala sesuatu hal yang menurut dia baik, dan hal ini sama sekali lepas dari konteks normative dan etika social kemasyarakatan secara umum. Oleh karenanya agar segala sesuatu tidak terserap secara keseluruhan, maka perlu adanya system filterisasi. Proses ini bisa dilakukan secara perkataan atau nasehat, serta bisa juga dilakukan secara perbuatan atau contoh.
Pada dasarnya sirkulasi yang kuat dari kondisi motorik seorang anak terdapat kandungan daya magnet yang sangat kuat. Hal ini bisa dilihat dari daya aktifitas anak yang sangat proaktif dan tidak bisa berhenti atau diam. Kondisi beban masalah yang masih kosong serta belum adanya kontaminasi kehidupan luar telah menjadikan rasa keingin-tahuan anak sangat besar. Dia akan menyimpan segala sesuatu dari apa yang belum diketahuinya. Dia akan berperan sebagai subyek dari proses rekonstruksi kehidupan disekitarnya, baik itu di lingkungan akademiknya maupun di lingkungan masyarakat di mana dia tinggal. Oleh karena itu untuk mewujudkan hasil filterisasi normative, sangat perlu sekali adanya pendidikan teori (pendidikan formal), maupun pendidikan praksis (pendidikan nonformal). Ulasan mengenai pendidikan formal dan nonformal ini selengkapnya akan kita bahas pada artikel selanjutnya.
2. Tinjauan Sosial
Dalam dunia pendidikan anak, tinjauan social sangat diutamakan, mengingat pada proses perkembangannya anak dengan sedemikian rupa dituntut untuk secara spontan berinteraksi dengan komunitas yang lebih besar. Anak akan dihadapkan pada sebuah propaganda baru yang lebih sporadis. Kontribusi seputar peradaban baru yang lebih radikal akan senantiasa mempengaruhi pola pikirnya di masa yang akan datang. Oleh karenanya untuk mensikapi hal ini, kita harus sedemikian rupa memahami karekteristik perkembangan anak. Berikut ini adalah masa-masa yang harus diwaspadai dalam proses perkembangan anak :
a. Anak Usia 0 – 3 tahun (Masa Pemanjaan atau Masa Kasih Sayang).
Pada dasarnya anak dilahirkan dalam kondisi yang masih netral, dia lahir dengan membawa nol pengetahuan. Pada masa ini dia dihadapkan pada dunia yang benar-benar asing dan masih baru bagi dirinya. Kita harus bisa memahami anak pada usia ini. Karena kondisi yang masih sangat netral, maka anak pada usia ini akan sangat membutuhkan banyak hal baru guna mengadaptasikan dirinya dengan dunianya yang baru pula. Kebutuhan pertama seputar pengetahuannya tentang pengolahan akal dan pikiran menjadi modal utamanya dalam proses interaksi tadi. Hal ini bisa kita wujudkan dengan adanya permainan, ketangkasan, alunan music dan segala macam yang berhubungan dengan ketrampilan otaknya. Kebutuhan kedua seputar pengetahuan praksis alamiah. Kebutuhan ini wajib juga kita manjakan. Hal ini bisa diwujudkan dengan pengajaran tentang pengolahan anggota tubuh, seperti: belajar berjalan, belajar mengambil, belajar mengunyah dan lain sebagainya. Karena ini adalah kebutuhan wajib dan harus kita penuhi, maka fase ini disebut dengan fase pemanjaan.
b. Anak usia 4 – 8 tahun (Masa Perhatian dan Pengawasan)
Setelah seorang anak berhasil melalui masa pemanjaan, maka pada masa ini sifat dan bakat anak akan semakin kelihatan. Proses pemunculannya senantiasa diiringi dengan perasaan emosional yang sangat tinggi. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar, mengingat pada usia ini anak akan semakin mengembangkan perasaan keingintahuannya. Bagi dia, masyarakat dan lingkungan di sekitarnya adalah obyek mati yang harus dia ketahui dan harus dia taklukkan. Masa ini adalah masa pencarian jati diri. Karena rasa keingintahuan yang lebih luas inilah, maka secara pesikologis dia membutuhkan batuan energy emosional yang besar guna menaklukkan apa yang menurutnya obyek yang perlu diketahui. Hingga kadang penguasaan rasa emosional terhadap dirinya sampe pada prioritas dominative. Menurut dia segala sesuatu masalah bisa diselesaikan dengan emosi dan kekerasaan. Kondisi inilah kadang yang membuat anak melupakan peran akal sehatnya.
Oleh karena itu anak pada usia ini sangat perlu sekali adanya pengawasan dan perhatian. Di satu sisi kita wajib dan harus memenuhi kebutuhan psikologisnya, termasuk di dalamnya seputar pengembangan bakat. Di sinilah peran pendidikan formal sangat menentukan. Namun di sisi lain pengawasan dan perhatian akan dampak dari sifat emosionalnya sangat dan wajib diperlukan, di mana pendidikan nonformal paling bertanggung jawab dalam proses pengawasan dan perhatian ini.
c. Anak Usia 9 – 16 tahun (Fase Sahabat)
Pada usia ini anak sudah mulai mengenal bentuk benturan masalah dalam rekonsiliasi kehidupannya ataupun proses aviliasi dalam masyarakat. Oleh karenanya anak pada usia ini hendaknya mulai dikenalkan dengan sedikit masalah dan perasaan bertanggung jawab tentang bagaimana menyelesaikannya. Kita harus bisa menjadikan anak pada usia ini sebagai sahabat. Eksistensi akal dan fikirannya sudah harus kita perankan dalam rangka proses pemecahan masalah. Hal ini akan semakin terlatih ketika kita sering kali mengajak anak pada usia ini untuk berperan aktif dalam pemecahan masalah, dan sistematikanya bisa kita lakukan dengan diskusi, dialog, maupun proses praksis pemecahan masalah. Kita harus bisa mengangap anak sebagai sahabat, karena secara esensial kedudukan anak pada usia ini adalah bukanlah sebagai anak yang penuh dengan ketergantungan terhadap orang tua, tapi dia adalah sahabat dan partner kita dalam menyelesaikan masalah. Proses ini akan menjadi bekal bagi dirinya dalam kelanjutan proses kehidupan. Karena pada dasarnya hidup inipun masalah.
d. Anak Usia 17 tahun Sampai Masa Pernikahan (Masa Tanggung Jawab)
Pada masa ini anak sudah harus dilatih untuk merasa bertanggung jawab, baik bertanggung jawab pada dirinya maupun bertanggung jawab pada kehidupannya. Proses ini akan membawanya pada sebuah tingkat persuasive tentang pemaknaan kehidupan yang lebih tinggi. Hal ini menjadi penting ketika mobilisasi psikologisnya telah memasuki tataran penuntutan perasaan bertanggung jawab. Ini adalah fase revitalisasi dari mengembangnya tingkat emosionalitas dan perasaan keingintahuan yang cukup tinggi dari fase-fase sebelumnya. Pada proses perkembangnya fase ini akan mendidik anak untuk merasa bertanggung jawab pada dirinya dan keluarganya nanti. Baik tanggung jawab secara moral, spiritual maupun material.
Bagi Anda yang Pengen Belajar Design Grafis, Silahkan Klik Link Ini: Graphickoe.Com. Ayo Atuh di Klik, Biar Tutorialnya Muncul.
0 comments:
Post a Comment