Tari pendet adalah salah satu bentuk kebudayaan yang lahir dari cipta dan karsa nenek moyang bangsa Indonesia. Pada awalnya tari ini lahir di Bali – Indonesia, dimana secara parksisnya sebenarnya tari ini merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di Pura. Tarian ini melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Untuk kemudian, seiring perkembangan zaman, para seniman lokal mengubah Pendet menjadi "ucapan selamat datang", di mana tari ini dalam proses perkembangannya sering dilakukan sebagai bentuk ucapan sambutan selamat datang terhadap kedatangan seorang tamu. meski secara empiris tetap mengandung anasir yang sakral-religius. Sementara itu, Pencipta/koreografer bentuk modern tari ini adalah I Wayan Rindi (? - 1967).
Pada dasarnya tari ini mengandung nilai-nilai filosofis yang sangat tinggi. Bagaimana bentuk pengajaran tata budi yang disampaikan dengan gemulai dan kelenturan fisik, telah memberikan esensi logis terhadap nilai-nilai pendidikan budi pekerti yang harus diajarkan oleh mereka yang para senior untuk menjadi contoh dan suritauladan yang baik. Tarian ini biasanya disajikan setelah tari rejang yang dilakukan secara berkelompok. Cara penyajiannyapun berbeda, tari pendet kelihatan Nampak lebih lembut dan gemulai dari pada tari rejang. Karena keunikan dan ke-sakralannya inilah yang menjadikan tari pendet menjadi salah satu bentuk kebudayaan tradisional yang masih eksis sampai sekarang.
Klaim Malaysia Terhadap Legalitas Tari Pendet.
Pluralisme kebudayaan yang ada di nusantara ini telah memberikan nilai positif buat perkembangan bisnis pariwisata lokal, tak terkecuali tari pendet. Tari ini telah berhasil menyedot berbagai wisatawan baik lokal maupun Manca Negara untuk melihat secara langsung prosesi tarian ini. Di mana tarian ini dalam tataran yang lebih pragmatis telah dengan sukses ikut mewarnai rekonsiliasi kebudayaan lokal. Ini pulalah yang menyebabkan peranan Bali – sebagai tanah kelahiran tari ini - diakui sebagai salah satu obyek wisata tarmegah di dunia.
Hal inilah yang membuat ketertarikan Negara lain untuk mengklaim tari pendet sebagai hasil budaya mereka. Dan Negara yang telah dengan terang-terangan mengklaim tari pendet sebagai hasil budayanya adalah Malaysia. Entah ada apa dengan Negara ini? Ketertarikan yang sangat kuat terhadap keindahan budaya Indonesia telah membuat Negara ini melakukan klaim legalisasi budaya asli Indonesia secara berulang-ulang. Diantaranya : Nyanyian lagu Rasa sayange , Batik, Kesenian tradisonal Reog Ponorogo, Alat music Angklung, dan yang sekarang adalah Tari Pendet yang dengan jelas murni berasal dari Bali. Sebagai komunitas yang besar dan dengan system birokrasi yang beradab, tidak sepantasnyalah Malaysia melakukan hal-hal yang cenderung bersifat chauvinistis seperti itu. Setelah mereka tidak puas dengan kejahatan teritorial terhadap pengakuan beberapa pulau milik Indonesia, kini mereka mengembangkan impresinnya kearah yang lebih terselubung. Sebagaimana misal kehajatan kultur yang telah dijelaskan di atas.
Rasanya sangat tidak logis dan terkesan mengada-ada kalau hal sepicik ini sampe bisa terjadi. Apakah memang karena ada tendensi politik dari dalam negeri Malaysia sendiri?, atau memang karena terlalu rendahnya kesadaran nasionalisme bangsa Indonesia?. Yang jelas nampak keduanya menjadi hal yang mendasar untuk ditempatkan sebagai sebab utama terjadinya tindakan memalukan seperti di atas. Ini adalah tamparan keras buat bangsa Indonesia untuk sesegera mungkin memberikan legalitas secara formal, sebagai wujud pengakuan originalitas kultur lokal. Ini menjadi sebuah keharusan ketika sistemik dalam negeri mengalami apa yang disebut sebagai indisiplineir. Lepas dari apakah kejadian ini sebagai sebuah pembelajaran atau sebagai sebuah pelecehan cultural, namun yang jelas tindakan kejahatan territorial dan kejahatan kultural yang dilakukan Malaysia terhadap Indonesia adalah sebuah tindakan yang sangat memalukan. Begitu juga dengan tindakan menggampangkan legalisasi kultur dalam negeri yang dilakukan oleh Indonesia - apalagi kultur tadi sebagai salah satu bentuk kekhasan masifikasi sebuah Negara – adalah merupakan salah satu sebab keroposnya nilai nasionalisme sebuah bangsa.
Pada dasarnya tari ini mengandung nilai-nilai filosofis yang sangat tinggi. Bagaimana bentuk pengajaran tata budi yang disampaikan dengan gemulai dan kelenturan fisik, telah memberikan esensi logis terhadap nilai-nilai pendidikan budi pekerti yang harus diajarkan oleh mereka yang para senior untuk menjadi contoh dan suritauladan yang baik. Tarian ini biasanya disajikan setelah tari rejang yang dilakukan secara berkelompok. Cara penyajiannyapun berbeda, tari pendet kelihatan Nampak lebih lembut dan gemulai dari pada tari rejang. Karena keunikan dan ke-sakralannya inilah yang menjadikan tari pendet menjadi salah satu bentuk kebudayaan tradisional yang masih eksis sampai sekarang.
Klaim Malaysia Terhadap Legalitas Tari Pendet.
Pluralisme kebudayaan yang ada di nusantara ini telah memberikan nilai positif buat perkembangan bisnis pariwisata lokal, tak terkecuali tari pendet. Tari ini telah berhasil menyedot berbagai wisatawan baik lokal maupun Manca Negara untuk melihat secara langsung prosesi tarian ini. Di mana tarian ini dalam tataran yang lebih pragmatis telah dengan sukses ikut mewarnai rekonsiliasi kebudayaan lokal. Ini pulalah yang menyebabkan peranan Bali – sebagai tanah kelahiran tari ini - diakui sebagai salah satu obyek wisata tarmegah di dunia.
Hal inilah yang membuat ketertarikan Negara lain untuk mengklaim tari pendet sebagai hasil budaya mereka. Dan Negara yang telah dengan terang-terangan mengklaim tari pendet sebagai hasil budayanya adalah Malaysia. Entah ada apa dengan Negara ini? Ketertarikan yang sangat kuat terhadap keindahan budaya Indonesia telah membuat Negara ini melakukan klaim legalisasi budaya asli Indonesia secara berulang-ulang. Diantaranya : Nyanyian lagu Rasa sayange , Batik, Kesenian tradisonal Reog Ponorogo, Alat music Angklung, dan yang sekarang adalah Tari Pendet yang dengan jelas murni berasal dari Bali. Sebagai komunitas yang besar dan dengan system birokrasi yang beradab, tidak sepantasnyalah Malaysia melakukan hal-hal yang cenderung bersifat chauvinistis seperti itu. Setelah mereka tidak puas dengan kejahatan teritorial terhadap pengakuan beberapa pulau milik Indonesia, kini mereka mengembangkan impresinnya kearah yang lebih terselubung. Sebagaimana misal kehajatan kultur yang telah dijelaskan di atas.
Rasanya sangat tidak logis dan terkesan mengada-ada kalau hal sepicik ini sampe bisa terjadi. Apakah memang karena ada tendensi politik dari dalam negeri Malaysia sendiri?, atau memang karena terlalu rendahnya kesadaran nasionalisme bangsa Indonesia?. Yang jelas nampak keduanya menjadi hal yang mendasar untuk ditempatkan sebagai sebab utama terjadinya tindakan memalukan seperti di atas. Ini adalah tamparan keras buat bangsa Indonesia untuk sesegera mungkin memberikan legalitas secara formal, sebagai wujud pengakuan originalitas kultur lokal. Ini menjadi sebuah keharusan ketika sistemik dalam negeri mengalami apa yang disebut sebagai indisiplineir. Lepas dari apakah kejadian ini sebagai sebuah pembelajaran atau sebagai sebuah pelecehan cultural, namun yang jelas tindakan kejahatan territorial dan kejahatan kultural yang dilakukan Malaysia terhadap Indonesia adalah sebuah tindakan yang sangat memalukan. Begitu juga dengan tindakan menggampangkan legalisasi kultur dalam negeri yang dilakukan oleh Indonesia - apalagi kultur tadi sebagai salah satu bentuk kekhasan masifikasi sebuah Negara – adalah merupakan salah satu sebab keroposnya nilai nasionalisme sebuah bangsa.
Bagi Anda yang Pengen Belajar Design Grafis, Silahkan Klik Link Ini: Graphickoe.Com. Ayo Atuh di Klik, Biar Tutorialnya Muncul.
0 comments:
Post a Comment